JAMBI,BITNews.id – Iring-iringan bus pariwisata mulai meninggalkan keramaian Kota Jambi pada pukul 09.50 WIB, Senin (5/12/2022). Tiga unit bus ini membawa kami, puluhan peserta media gathering yang diselenggarakan Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Jambi. Tujuannya, mengunjungi kawasan situs peninggalan sejarah yang berada di Kabupaten Muarojambi yakni Kawasan Muarajambi.
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan dengan jarak tempuh sekitar 40 kilometer dari Kota Jambi, kami pun menginjakkan kaki di tanah sejarah itu, tepatnya di wilayah administratif Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi. Suasana sepi pengunjung didapatkan sebelum memasuki destinasi wisata komplek percandian Kawasan Muarajambi, tidak terlihat hamparan sepeda motor ataupun mobil pengunjung di lahan parkir.
Benar dugaan, sepi pengunjung tidak hanya disebabkan karena hari ini bukan hari libur, namun juga karena sedang ada pengerjaan renovasi beberapa fasilitas di dalam komplek. Informasi dari penjaga loket, belakangan ini Kawasan Muarajambi mengalami penurunan jumlah pengunjung 45 sampai dengan 50 persen dari biasanya sebelum ada pengerjaan.
Saya melanjutkan perjalanan masuk ke komplek percandian dengan berjalan kaki. Terlihat kendaraan pengangkut bahan material bangunan sedang terparkir dan satu unit ekskavator sedang mengerjakan jembatan akses masuk ke wilayah tersebut. Tidak hanya itu, jalan di dalam komplek percandian pun ikut direnovasi dengan menggunakan rangka dan batu.
Terik sinar matahari dan jalan yang becek membuat inisatif muncul untuk menyewa sepeda, dengan harapan memprecepat waktu penjelajahan. Keluhan dari penyewa sepeda dan tikar pun terdengar sepintas ketika beberapa rekan wartawan mewawancarainya. Mereka mengeluh dengan sepinya pengunjung di masa renovasi sejak dua bulan ini.
Berboncengan dengan seorang teman, saya menyususuri jalan komplek percandian hingga masuk ke perkebunan warga. Di sana kami melewati kebun duku dan satu candi yang memang agak jauh terpisah dari candi lainnya. Dari jauh terlihat susunan kursi dan meja serta beberapa pondok yang mengitarinya di tengah kebun karet. Ternyata itu Pojok Kopi Dusun yang sering diposting para warganet di media sosial.
Merasa lelah mengayuh sepeda, kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah pondok Pojok Kopi Dusun dan memesan kopi susu gula aren. Selain kami berdua, ada satu orang pengunjung yang sudah lebih awal duduk di situ di meja sebelah kami. Tidak lama kemudian, orang yang menggagas Pojok Kopi Dusun bernama Brata pun datang menghampiri dan mengobrol bersama kami.
Ia pun tidak segan untuk menceritakan bagaimana dari awal mula Pojok Kopi Dusun berdiri hingga sekarang. Brata menjelaskan, awalnya dia tidak kepikiran untuk membuat warung kopi dengan nuansa pedesaan. Sebelum menggagas Pojok Kopi Dusun, ia adalah seorang tour gaet atau pemandu wisata di Kawasan Muarajambi. Ide itu muncul seiring waktu berjalan, mulai dari membuangun pondok hanya sekedar untuk tamunya beristirahat makan siang, hingga menjadi ekonomi kreatif seperti sekarang.
Pojok Kopi Dusun dikonsep dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat dan pemuda yang ada di Desa Muarojambi, desa yang berdampingan langsung dengan komplek percandian Muarajambi. Warung kopi yang menjajakan menu khas masyarakat desa itu ramai dikunjungi ketika hari Sabtu dan Minggu. Seringkali tempat ini menjadi tempat berkumpulnya para komunitas sepeda motor dan pesepeda dari Kota Jambi ketika weekend.
Tidak hanya penjaga loket, penyewa sepeda, dan penyewa tikar saja yang merasakan dampak sepi pengunjung. Brata pun tidak menyangkal jika usaha ekonomi kreatif yang ia lakoni pun mengalami dampaknya. Ia juga mengetahui dan memahami dengan adanya pengerjaan renovasi di komplek candi.
Namun Brata berharap ke depannya pemerintah bisa lebih memperhatikan masyarakat yang ada di sekitar cagar budaya yang menjadi pusat pendidikan umat Buddha zaman dulu itu. Sebab, ia berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur tidak akan memajukan peradaban manusia jika tidak diiringi dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) masyarakat setempat.
“Kita lihat pembangunan sekarang kan sudah mulai gencar dilakukan. Kanal sudah mulai dinormalisasi, jembatan, habis itu di belakang ada taman taman yang akan dibangun. Berarti akan mendatangkan wisatawan yang lebih banyak yang akan berkunjung ketika Muarajambi ini sudah tertata dengan bagus. Nah ini, peran kita itu sekarang, kami juga dan komunitas komunitas yang ada di sini membentuk SDM masyarakat ini bagaimana. Maka hari ini terwujud Pojok Kopi, agar masyarakat ini ada tanah kosong dia bikin pondok-pondokan seperti ini juga,” ungkap Brata.
“Kalau menjadikan Muarojambi sebagai desa wisata, berarti bukan hanya dana dari pusat itu dikucurkan kepada candi saja, melainkan infrastruktur desa wisatanya juga. Untuk mendukung wisatawan datang ke candi Muarajambi dan masuk ke dalam dusun,” tambahnya.
Revitalisasi Kawasan Muarajambi
Demi kenyamanan dan daya tarik wisatawan, pemerintah terlihat melakukan renovasi terhadap beberapa fasilitas penunjang yang ada di komplek percandian Muarajambi. Hal ini tentunya bertujuan meningkatkan minat pengunjung baik dari luar maupun dalam negeri untuk datang.
Wakil Gubernur Jambi, Abdullah Sani, saat melepas peserta media gathering di Hotel Golden Harves Kota Jambi pada Senin pagi (5/12) menyampaikan, upaya Pemerintah Provinsi Jambi dalam memajukan destinasi wisata Kawasan Muarajambi telah disambut dan mendapat respon baik dari pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian terkait.
Dikutip dari www.kemdikbud.go.id, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berkomitmen untuk terus melakukan revitalisasi Kawasan Percandian Muarajambi sebagai upaya menjadikannya salah satu warisan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan pengusulan tambahan anggaran pada Tahun Anggaran 2023 untuk revitalisasi Kawasan Percandian Muarajambi.
“Kita melihat potensi cagar budaya yang sekelas Borobudur. Saya pernah berkunjung ke sana dan sungguh besar potensinya. Kita akan gali dan rekonstruksi,” ungkap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, dalam rapat kerja dengan Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Selasa (27/9/2022).
Kawasan Muarajambi
Mangutip dari www.kemdikbud.go.id, Kawasan Muarajambi merupakan salah satu cagar budaya yang dimiliki oleh Indonesia yang terletak lebih kurang 40 kilometer dari Kota Jambi, atau 30 kilometer dari Ibukota Kabupaten Muarojambi. Secara administratif daerah-daerah yang tercakup dalam Kawasan Muarajambi meliputi tujuh wilayah desa, yaitu Desa Dusunbaru, Desa Danaulamo, Desa Muarojambi, Desa Kemingking Luar dan Desa Kemingking Dalam, Desa Telukjambu, dan Desa Dusunmudo. Ketujuh desa tersebut termasuk dalam wilayah Kecamatan Maro Sebo dan Taman Rajo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi.
Kawasan Muarajambi merupakan tinggalan arkeologi dari Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya yang pernah menjadi pusat pendidikan agama Buddha terbesar di Asia setelah Nalanda (India). Selain itu, tinggalan arkeologi di Kawasan Muarajambi ini merupakan yang terluas dan terlama masa berfungsinya. Tidak saja di Sumatera tetapi juga di Indonesia.
Sementara dalam tulisan yang diterbitkan www.sudimuja.com pada tahun 2010, bahwa Kawasan Muarajambi membentang 7,5 km di sepanjang Sungai Batanghari. Beberapa candi sudah teridentifikasi dan sebagian telah dipugar, yaitu Candi Gedong I (65 m x 85 m), Candi Gedong II (76 m x 67,5 m), Candi Kembarbatu, Candi Kotamahligai (diperkirakan berukuran 113,60 m x 95,60 m), Candi Gumpung (150 m x 155 m), Candi Kedaton (215 m x 250 m), Candi Tinggi, Candi Tinggi I, Candi Astano, Candi Sialang, Candi Teluk I, Candi Teluk II dan Bukit Sengalo.
Diperkirakan masih ada lebih dari 80 menapo atau gundukan timbunan reruntuhan bangunan yang masih belum dipugar. Selain itu terdapat beberapa kolam, di antaranya yang terbesar adalah kolam Telagorajo.
Penulis: Hajrin Febrianto
Discussion about this post