BITNews.id – Dewan Pengurus Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Tameng Perjuangan Rakyat Anti Korupsi (DPW LSM Tamperak) Provinsi Jambi, melaporkan Direktur PT Sungai Bahar Pasifik Utama (SBPU) dengan dugaan Tindak Pidana melanggar UU no 23 Tahun 1997 tentang lingkungan hidup dan PP No 38 Tahun 2011 tentang Sempadan Sungai . Laporan diterima oleh Bidang Sektum Polda Jambi,Jum’at Siang (06/08/2021).
Raden Irmansyah, Ketua DPW LSM Tamperak melaporkan Direktur PT Sungai Bahar Pasifik Utama (SBPU)ke Polda Jambi atas dugaan melakukan tindak pidana lingkungan.
Raden Irmansyah mengatakan, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kelurahan Pijoan Kecamatan Jaluko, Kabupaten Muaro Jambi, itu dilaporkan karena diduga tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), dan tidak memiliki izin lingkungan serta melakukan praktik kejahatan perusakan lingkungan dengan melakukan penanaman Sawit dipinggir sungai Simpang Air kelurahan Pijoan kecamatan Jaluko Kabupaten Muaro Jambi, lebih kurang 2000 batang kelapa sawit.
Menanam Sawit di Pinggir Sungai jelas menyalahi Aturan.adapun peristiwa adanya pohon sawit di pinggir sungai dianggap merupakan kejahatan sebagai perusak lingkungan, Raden Irmansyah,Ketua DPW LSM Tamperak Jambi dalam pembicaraannya Didepan wartawan di kantor DPW Jambi menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) No 38 Tahun 2011 tentang Sempadan Sungai harus ada buffer zone-nya atau hutan penyangga.
“Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak boleh ditanam Sawit,” kata Irman.
Menurutnya, pelanggaran menanam sawit atau tumbuh-tumbuhan yang menyerap air di daerah buffer zone (penyangga) harus sesuai dengan sempadan sungai sudah diatur dalam PP tersebut yakni 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter untuk sungai kecil. Dikatakannya, perusahaan perkebunan kelapa sawit masih banyak tidak mengindahkan UU yang ditetapkan Pemerintah. Ia melihat perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kelurahan Pijoan masih menanam sawit di pinggir sungai. Ia berharap sebaiknya perusahaan tersebut menanam tumbuhan-tumbuhan yang bisa menyimpan air dan bisa jadi penyangga di pinggir sungai.
Tumbuh-tumbuhan kayu yang berakar tungganl lebih baik lagi kalau tumbuh-tumbuhan buah-buahan yang ditanam.
“Kalau kelapa sawit yang ditanam tentu tumbuh subur karena banyak menyerap air. Sawit suka air, dia bukan menyimpan tapi menyerap. Ini mengakibatkan daerah setempat ketika menghadapi musim penghujan kerap terjadi banjir, dan disaat kemarau akan terjadi kekeringan,” ulasnya.
Menurutnya, ada Ribuan hektare lahan perkebunan kelapa sawit yang ditanam di Kelurahan Pijoan.
“Mungkin ada ribuan bantaran sungai ditanam sawit. Ini terang menyalahi aturan, karena lahan itu merupakan bantaran sungai yang dilarang ditanam sawit, perusahaan harus ikut aturan sesuai ketentuan rencana tata ruang yang hingga saat ini masih berlaku,” sebutnya.
Di satu sisi Irmansyah menilai, pihak berkompeten seharusnya dapat menertibkan sesuai PP itu. Peran pemerintah kabupaten Muaro Jambi sangat diharapkan karena persoalan perusahaan perkebunan di daerah banyak memicu konflik, mulai dari sengketa lahan, Amdal dan tidak mematuhi PP Nomor 38 Tahun 2011.
Belum soal lahan adat/Ulayat lebih kurang 350 Ha diduga hanya dikembalikan PSBU 100 Ha masih kurang 250 Ha .selain itu juga terjadinya perusakan lingkungan dalam Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Melalui Ketua DPW LSM Tamperak Jambi Raden Irmansyah meminta Dinas Lingkungan hidup dan Kehutanan (LHK), agar segera turun tangan mengatasi persoalan dan memanggil pihak perusahaan yang dinilai mengangkangi UU No 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Raden mengungkapkan soal PPLH masalah serius.
“Warga sekitar sudah puluhan tahun mengalami ketidakadilan dilakukan perusahaan dan semenjak buka lahan kebun kelapa sawit, dengan terkaitnya pelanggaran PPLH, pihak perusahaan menanami di sepanjang pinggir sungai besar dan pinggir anak sungai kecil areal di sepanjang aliran sungai Kelurahan Pijoan,” ungkapnya.
DPW Tamperak Jambi juga akan melaporkan pada Kejaksaan Tinggi Jambi dan sekalian buat tembusan Bapak Presiden Republik Indonesia. Menurutnya, PPLH sesuai UU No 32 Tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pinggir (tunggul) anak sungai dilakukan padahal perusahaan perkebunan tidak di perbolehkan menanami sawit sepanjang pinggir anak sungai dengan jarak 50 meter, demikian juga sungai besar pinggir (tunggul) jarak 100 meter juga tidak diperbolehkan ditanami.
Tim LSM Tamperak sudah melakukan investigasi di lapangan dan terlihat kelapa sawit yang ditanami terdapat dalam areal kebun sawit yang tidak dapat dijangkau oleh orang, yakni: semua pinggir sepanjang sungai kecil air hitam dan maupun sungai besarnya di tanami kelapa sawit, tuturnya.
Menurutnya, bila diperhitungkan sungai besar dan anak sungai kecil yang di tanami kelapa sawit oleh pihak perusahaan lebih kurang 250 HA serta diperkirakan telah ditanam 2000 batang pohon sawit.
“Dalam pelanggaran PPLH ini, kerugian negara berkisar lebih kurang miliaran rupiah selama puluhan tahun yang di kuasai SBPU,” terangnya.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Simpang Air kelurahan Pijoan di Kecamatan Jaluko mengecil, akibat dari penanaman pohon kelapa sawit milik perkebunan PT Sungai Bahar Pasifik Utama (SBPU) di kelurahan Pijoan, Muaro Jambi.
Pada kesempatan itu juga Raden menjelaskan mengacu pada kepres RI No 32 Tahun 2011 tentang Area’sepadan tidak boleh ada aktivitas,baik pemukiman, perkebunan, industri,dan lainnya merujuk pada pasal 9 undang undang nomor 23 tahun 2011 Tentang sungai dapat dipidanah dengan pasal 42 ayat 1
UU nomor 23 tahun 1997 tentang pengolahan Lingkungan hidup.ancaman Hukuman Pidana penjara paling lama 3 Tahun denda 100.000.000 ( Seratus juta rupiah) Ringkas nya.(Ary)
Discussion about this post