Oleh : Mira Wahyuni Suryani
Indonesia sebagai negara kepulauan yang kaya akan budaya dan sumber daya alam memiliki peluang besar sebagai sumber devisa negara. Salah satu daerah yang terkenal karena kekayaannya adalah Bali. Kekayaan budaya dan keindahan alam Pulau Bali menarik kunjungan Wisatawan Asing yang terus meningkat setiap tahunnya.
Oleh karena itu, pemerintah Bali akan resmi menerapkan kebijakan pungutan khusus sebesar Rp150.000,00 atau setara dengan USD10 per wisatawan pada 14 Februari 2024. Kebijakan ini bertujuan untuk pemuliaan dan pemeliharaan Kebudayaan serta Lingkungan Alam, yang menjadi Daya Tarik Wisata di Bali sesuai Peraturan Daerah Bali Nomor 6 Tahun 2023.
Kelebihan dan kekurangan pada penerapan Tourist Tax dalam pengoptimalan pendapatan Negara
Pariwisata memiliki potensi besar sebagai pendorong perekonomian suatu negara, dan Tourist Tax merupakan instrumen kebijakan yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan pendapatan negara. Dalam penerapannya, pajak ini tidak hanya menjadi beban tambahan bagi wisatawan, melainkan juga merupakan instrumen yang dapat memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi, infrastruktur, perlindungan lingkungan, dan budaya.
Dalam suatu kebijakan, pasti akan selalu memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dalam penerapan Tourist Tax yang dikutip dari European Journal of Tourism Research adalah:
- Sebagai mekanisme untuk memajukan perekonomian suatu negara
- Meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal
- Menyediakan dana untuk pemasaran pariwisata
- Memiliki siklus pemasaran yang lebih progresif jika terdapat banyak wisatawan, pendapatan dari kegiatan pariwisata dan pajak yang dipungut akan meningkat.
- Melibatkan pemangku kepentingan dalam penggunaan pendapatan
- Memiliki dampak yang rendah terhadap pariwisata di pasar yang tidak elastis.
Namun, terdapat kekurangan, yaitu :
- penerapan tarif pajak tinggi yang dapat merugikan daya saing
- Wisatawan mungkin menghadapi pajak berlebihan dan merasa tidak adil.
- Kemungkinan pembayaran untuk fasilitas yang tidak digunakan
- Pajak wisatawan hanya berlaku untuk sebagian dari industri pariwisata, terutama hotel dan akomodasi
- Masalah pengumpulan juga dapat terjadi
- Risiko bahwa pendapatan tidak digunakan untuk keperluan pariwisata (Göktaş & Çetin, 2023).
Dengan kata lain, Tourist Tax tidak hanya menjadi beban tambahan bagi wisatawan, melainkan juga merupakan instrumen kebijakan yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap optimalisasi pendapatan negara. Jika dikelola dengan bijak, Tourist Tax dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, dan perlindungan warisan budaya suatu negara.
Beberapa Dampak Penerapan Tourist Tax
- Dampak Tourist Tax terhadap Lingkungan
Jika dikelola dengan baik, pariwisata dapat berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat setempat. Sebaliknya, jika tidak dikelola dengan baik, pariwisata berpotensi memberikan dampak buruk, terutama terhadap lingkungan. Hal ini disebabkan karena pariwisata erat kaitannya dengan lingkungan fisik yang menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan.
Dengan peningkatan jumlah wisatawan, kualitas lingkungan dapat menurun akibat aktivitas manusia atau aktivitas wisatawan itu sendiri (Utami et al., 2016). Oleh karena itu, Tourist Tax bertujuan untuk melindungi dan memelihara kawasan pariwisata dengan menggunakan pendanaan dari pemungutan Tourist Tax, yang dapat mendukung peningkatan pariwisata yang berkelanjutan.
- Dampak Tourist Tax terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Pajak merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk membiayai kesejahteraan masyarakat. Menurut informasi dari European Journal of Tourism Research, masyarakat setempat dapat memperoleh keuntungan melalui dua cara. Pertama, mereka dapat memanfaatkan peningkatan dan investasi infrastruktur yang didanai oleh pendapatan Tourist Tax.
Kedua, Tourist Tax dapat menggantikan sebagian dana daerah yang sebelumnya digunakan untuk mendukung industri pariwisata. Peningkatan jalan, bandara, pusat konvensi, taman, papan tanda, dan sebagainya juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat, sementara Tourist Tax memungkinkan pengalihan dana daerah lainnya untuk kepentingan publik lainnya (Mak, 2008).
- Dampak Tourist Tax terhadap Warisan Budaya
Menurut pernyataan George (2010), pajak berperan sebagai bentuk perlindungan warisan budaya terhadap wisatawan yang menikmati aset budaya, dapat memberikan sumber daya besar untuk mencapai kesetaraan dan pariwisata yang berkelanjutan. Dengan adanya Tourist Tax, para wisatawan yang mengunjungi situs budaya dapat berkontribusi terhadap kebijakan pelestarian budaya untuk generasi mendatang.
Menimbang beberapa hal, Pemerintah Indonesia juga berencana menerapkan Tourist Tax pada lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSD), yaitu Mandalika, Labuan Bajo, Likupang, Candi Borobudur, dan Danau Toba. Bagaimana sistem penerapan Tourist Tax tersebut?
“Kita, melihat perkembangan karena pertumbuhan tujuan wisata utama di Indonesia kan semakin banyak. Semakin banyak dan semakin berkembang. Kita lihat Jawa Tengah, Jogja, Semarang, Solo, Labuan Bajo, Danau Toba, beberapa destinasi super prioritas itu,” kata Vinsensius Jemadu selaku Deputi Bidang Produk Wisata dan Ekonomi Kreatif, yang dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (20/12).
“Memang di dalam tujuan atau road map ke depan daerah-daerah yang menjadi premium, tentu harus siap menerima kedatangan turis. Kesiapan ini juga harus ditopang infrastruktur maupun resource yang ada. Sehingga penerapan ini tax (pajak pungutan) ini juga kita akan evaluasi juga untuk diterapkan,” imbuhnya.
Akan tetapi, tarif pemungutan Tourist Tax tersebut tidak harus sama dengan pungutan turis asing di Pulau Bali. “Tentu tidak, karena kita akan melihat juga daya tampung atau carrying capacity dari setiap destinasi dan kesiapan destinasi tersebut,” lanjutnya.
Setelah penetapan pemungutan turis di Bali dilakukan, penetapan kepada daerah selain Bali kedepannya belum ditentukan daerah mana yang akan diterapkan terlebih dahulu. “Sampai saat ini belum ditentukan, tapi kalau kita melihat trennya destinasi super prioritas. Tapi kembali lagi kita akan nilai dengan aspek 3A, aksesibilitas, amenitas, maupun atraksi. Dan ini baru wacana belum ditentukan,” ujarnya.
Serta Jika dibandingkan dengan negara lain, penerapan Tourist Tax di Indonesia tergolong cukup terlambat dibanding dengan negara-negara lainnya. “Artinya, semua negara di dunia menerapkan yang namanya city tourist tax. Dan Kita boleh dibilang terlambat, tapi saya yakin bahwa pemerintah punya pertimbangan yang betul-betul matang sehingga mengapa itu 2024 diterapkan,” terangnya.
“Dari perspektif pariwisata memang kita menginginkan supaya tax itu akan kembali lagi untuk pariwisata juga. Baik terkait dengan hospitality, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan insentif-insentif lainnya,” paparnya.
“Kami melihat dengan penerapan ini, ke depannya Bali akan menjadi template untuk kota-kota tujuan wisata lainnya di Indonesia. Tapi kembali kita akan evaluasi kembali daerah-daerah lain supaya lebih bisa menerapkan kalau tidak sama seperti dengan Bali, paling tidak di bawah Bali sedikit,” kata Vinsensius.
Dapat disimpulkan bahwa penerapan Tourist Tax terhadap lima DPSP masih dalam proses perencanaan, sementara kita melihat implementasi pungutan khusus wisatawan di Bali yang akan diterapkan pada Februari 2024 mendatang. Harapannya adalah bahwa pajak tersebut akan digunakan untuk pengembangan pariwisata, termasuk peningkatan SDM dan insentif lainnya.
Bali diharapkan dapat menjadi contoh bagi 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) tersebut, meskipun penyesuaian mungkin diperlukan berdasarkan karakteristik setiap daerah. Dengan demikian, penulis juga berharap bahwa jika Tourist Tax benar-benar diimplementasikan pada 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) di tahun mendatang, dapat terwujudnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, serta kelestarian budaya dan alam dapat terus terjaga.
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
Discussion about this post