Oleh: M. Ferry Afandi
Pak Hardanto memiliki tekad kuat dalam menjalankan bisnis kecilnya, yakni sebagai vendor tas rumahan yang banyak diminati banyak khalayak umum, khususnya di daerah surabaya. Beliau merupakan sarjana S1 lulusan Universitas Negeri Surabaya jurusan tata busana. Memiliki keahlian menjahit yang profesional menjadikan nama pak Hardanto semakin melejit sebagai penjahit tas rumahan kelas menengah atas dan sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Kota Surabaya.
Ketelitian dan detail produk yang ia hasilkan tak pernah membuat para pelanggan kecewa, sehingga semakin hari pesananya semakin meningkat. Hal tersebut menuntut pak Hardanto untuk mulai mencari karyawan yang cukup banyak demi memenuhi keinginan para pelanggan yang diidam-idamkan.
Tempat pak Hardanto membuat produk yang ia jual memang tidak semewah tempat pembuatan tas branded ternama di Indonesia, namun yang beliau perhatikan adalah hasil barang yang beliau produksi bersama karyawannya. Sehingga dengan profesionalitas yang beliau bangun, membuat ladang bisnisnya semakin melejit dan dipercayai banyak orang.
Rangkaian Peristiwa
Pak Hardanto memulai bisinis garmen aparelnya sejak beliau duduk di bangku kuliah semester 6. Waktu itu beliau mendapatkan tugas kewirausahaan untuk membuat produk barang yang diminati masyarakat. Namun tak sengaja tetangganya melihat produk yang dihasilkan oleh pak Hardanto.
Akhirnya tetangganya berminat untuk membeli tas hasil jahitan yang diproduksi oleh pak Hardanto yang awal mulanya hanya dibuat untuk memenuhi tugasnya. Di situlah awal mula beliau merintis bisnisnya. Lama kelamaan tetangga pak Hardanto yang dengan iseng membeli produknya tadi dari mulut ke mulut mempromosikan barang dagangan pak Hardanto ke tetangganya. Alhasil banyak tetangga yang berminat.
“Eh.. bu Munah, tasnya kok bagus ya…” sahut tetangga bu Munah, karena bu Munah mengenakan tas yang baru dibeli di pak Hardanto.
“Eh iya bu Nasukha, ini tas saya beli di pak hardanti.. itu tu,, tetangga saya samping rumah,” jawab bu Munah.
Ternyata bu Munah tak sengaja mempromosikan produk pak Hardanto kepada tetangganya. Tetangga bu Munah pun berminat untuk membeli tasnya. Akhirnya selang beberapa minggu banyak sekali tetangga yang berkunjung ke rumah pak Hardanto hanya untuk membeli tasnya. Hal tersebut membuat perekonomian pak Hardanto menjadi meningkat dan bisa membantu beliau untuk membiayai kuliahnya.
Pasalnya pak Hardanto masih duduk di bangku kuliah pada masa itu. Setidaknya beliau bisa meringankan beban orang tuanya, karena selama ia kuliah hingga saat ini masih dibiayai oleh orang tuanya saja. Mengingat biaya kuliah yang tak begitu murah, akhirnya pak Hardanto memilih untuk melanjutkan bisnisnya yang awalnya beliau bikin hanya untuk memenuhi tugas semata.
Komplikasi
Minggu berganti minggu, pada bulan berikutnya pak Hardanto menerima surat edaran mengenai pemberitahuan bahwa dirinya harus melaksanakan proyek kampus yakni kuliah kerja nyata (KKN) di daerah pelosok Probolinggo. Hal tersebut membuat beliau harus menghentikan bisnisnya sementara untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Daerah yang ditempati pak Hardanto untuk melaksanakan pengabdian kepada masyarakat merupakan daerah yang tertinggal, terutama di bidang pendidikan. Banyak sekali anak-anak putus sekolah karena kurangnya pengetahuan akan pentingnya pendidikan. Akhirnya pak Hardanto beserta kelompok KKN-nya membuat proyek yang berfokus di bidang pendidikan, ya walaupun sebagian besar basic mereka bukan anak pendidikan murni.
Dua minggu kemudian pak Hardanto dan kelompoknya berangkat menuju Probolinggo dan sesampai di sana mereka disambut oleh banyak masyarakat setempat yang sangat ramah.
“Selamat datang kakak kakak, kami tidak sabar menunggu untuk kau ajari kami,” ujar salah seorang remaja sekolah menengah pertama (SMP) yang turut hadir menyambut mereka.
Semakin hari pak Hardanto merasa bahwa pendidikan itu sangat penting. Apalagi di kalangan anak di bawah umur. Beliau pun sadar bahwa selama ini ia hanya berfokus dalam bisnis tanpa melihat ke belakang permasalahan pendidikan di Indonesia. Khususnya di daerah pedalaman seperti yang ia tempati saat ini.
Selama bulan pak Hardanto melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. Sepulang dari sana pak Hardanto harus berpikir dua kali untuk melanjutkan bisnisnya.
Resolusi
Karena di Surabaya tak sedikit pula anak di bawah umur yang harus putus sekolah karena permasalahan ekonomi. Sehingga hal tersebut membuat inisiatif pak Hardanto untuk membangun sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berfokus di bidang pendidikan dan diketuai langsung oleh pak Hardanto.
Akhirnya pak Hardanto lebih memilih untuk fokus dengan lembaga yang ia bangun beserta masyarakat sekitar dan meninggalkan bisnis garmennya karena ia pikir mendidik merupakan hal yang sangat berharga dibandingkan harta.
Penulis adalah Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Discussion about this post