BITNews.id – Jenang adalah salah satu makanan khas masyarakat Jawa. Makanan yang terbuat dari beras putih, beras ketan, gula, dan kelapa ini sangat popular sampai sekarang. Jenang banyak ditemukan pada saat masyarakat sedang mengadakan hajatan, seperti pesta pernikahan, khitan, dan lainnya.
Sebagai contoh dalam pesta pernikahan, jenang merupakan makanan yang pasti ada dalam acara tersebut. Jenang yang ada dalam pesta pernikahan memiliki filosofi penting yaitu diharapkan agar pasangan yang akan menikah dapat terus hidup bersama, lengket seperti tekstur jenang.
Adapun istilah dalam membuat jenang adalah “njenang”. Njenang merupakan kegiatan membuat jenang yang dilakukan oleh banyak orang, khususnya laki – laki. Dalam pembuatannya memakan waktu yang tidak sebentar, kira – kira 6 hingga 8 jam.
Berbagai macam bahan dipadukan agar menjadi adonan yang lengket dan kental. Mulai dari beras ketan, beras putih, gula, hingga kelapa. Ada beberapa orang yang membuat jenang hanya dari beras ketan, namun ada juga yang mencampurnya dengan beras putih.
“Membuat jenang itu bisa memakai beras ketan saja atau juga bisa dicampur dengan beras putih, mbak. Tergantung selera masing – masing,” tutur Nur salah satu warga di Desa Gebangkerep, Kecamatan Baron.
Menurut perempuan setengah baya tersebut, beberapa orang membuat jenang dengan bahan dasar beras ketan saja. Alasannya adalah agar jenang tersebut dapat kental dan lengket. Namun, harus menambahkan banyak kelapa agar dalam proses pengadukannya tidak terlalu keras.
Tetapi, tidak sedikit juga orang yang membuat jenang dengan bahan campuran beras putih. Tujuannya adalah untuk menghemat biaya karena harga beras ketan jauh lebih mahal daripada beras putih. Untuk hasil akhir, enak atau tidaknya itu tergantung selera masing – masing.
Selain filosofi yang sudah disinggung di atas, ada makna tersendiri bagi para warga yang membantu dalam pembuatan jenang. Dibalik panasnya api dan kepulan asap, para warga tetap semangat bergotong – royong mengaduk makanan berwarna coklat tersebut.
“Walau panas – panas begini, tapi menyenangkan dan njenang ini mampu mempererat tali silaturahmi di antara kami,” ucap Dim salah satu sesepuh di desa Gebangkerep.
Tidak jarang para anak muda juga turut membantu mengaduk jenang. Karena memang memerlukan tenaga yang cukup banyak dalam waktu yang lama. Setelah berjam – jam lamanya, jenang yang sudah setengah matang akan dibagikan kepada warga sekitar. Istilah untuk jenang ini adalah “tembelek”.
Begitulah adat membuat jenang atau njenang dalam budaya Jawa yang sudah menjadi kebiasaan hingga saat ini. Adat ini harus terus dilestarikan khususnya oleh para pemuda di zaman sekarang agar tidak hilang ditelan masa.
Penulis: Alya Nurmaya Putri
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Discussion about this post