Oleh : Alfianoka Wahyu Muktiaarta
COVID-19 atau yang biasa disebut dengan virus corona terkonfirmasi masuk di Indonesia semenjak akhir tahun 2019. Dalam menangani penyebaran virus corona ini, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai cara di berbagai bidang, salah satu contoh kita mengambil dalam bidang pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah.
Kita telah mengetahui bahwa dalam proses belajar mengajar saat ini dilakukan dengan cara daring (dalam jaringan). Akan tetapi pada bulan Juli 2021, proses belajar mengajar tatap muka sudah mulai diberlakukan.
Adapun syarat-syarat ketentuan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka antara lain, sekolah berada di kawasan PPKM level 1-3, semua tenaga pendidik sudah divaksinasi sampai dosis kedua, peserta didik berusia 12 tahun ke atas juga diwajibkan mengikuti program vaksinasi, dan sekolah wajib menerapkan protocol kesehatan.
Pada perjalanan waktu dalam pelaksanaan proses belajar mengajar secara tatap muka, masih banyak dijumpai peserta didik maupun tenaga pendidik yang masih kurang disiplin dalam menjalankan prokes di lingkungan sekolah. Hal ini berdampak pada kegiatan proses belajar mengajar yang kurang maksimal.
Jika kita melihat semua syarat ketentuan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka sudah dilakukan dengan baik akan tetapi perlu diingat virus ini masih dianggap remeh oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Disisi lain, siswa siswi yang sudah melakukan protocol kesehatan di lingkungan sekolah.
Terlepas dari itu, setelah proses kegiatan belajar mengajar selesai, secara sengaja, di lingkungan social masyarakat seperti di toko, café maupun tempat umum lainnya tidak melakukan protocol kesehatan secara optimal. Secara tidak sadar, hal tersebut akan membawa virus ke lingkungan rumah masing-masing maupun di lingkungan sekolah. Kasus-kasus seperti ini sudah banyak kita jumpai di kabupaten kota yang tersebar di negara kita.
Sudah banyak metode yang telah dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah melalui dinas pendidikan mengenai proses pembelajaran tatap muka dengan system pembagian jadwal masuk dan jumlah persentase peserta didik yang masuk sekolah. Bahkan ada metode yang menggunakan system pondok pesantren, dimana peserta didik dikarantina di sekolah. Akan tetapi metode tersebut juga masih kurang optimal.
Dari pokok permasalahan ini tentunya perlu adanya kebijakan baru maupun tanggung jawab secara bersama baik guru, siswa, maupun masyarakat. Kebijakan baru tersebut bisa menjadi arah tujuan bagi masyarakat maupun dunia pendidikan dalam upaya mengurangi resiko penularan virus di lingkungan sekolah. Perlunya kajian ulang contohnya seperti angkutan transportasi dimana para calon penumpang harus memiliki bukti surat vaksin dan bukti swab dalam kurun waktu 1×24 jam.
Meskipun upaya tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit akan tetapi upaya tersebut bisa menekan penularan virus corona.
Berjalannya waktu, masyarakat kita sudah mulai lengah terhadap protocol kesehatan dikarenakan sudah melakukan vaksinasi.
Disisi lain vaksin sendiri mempunyai arti sediaan biologis yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan tubuh seseorang terhadap penyakit tertentu.
Kita semua mengharapkan pandemic covid ini segera berakhir, akan tetapi kita mempunyai kewajiban mengubah kebiasaan kita menjadi kebiasaan yang baru seperti menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjauhi kerumuman serta mengurangi mobilitas.
Jika kita bisa menarik benang merah, pandemic covid ini serupa dengan pandemic lainnya seperti wabah demam berdarah di Indonesia yang diawali pada tahun 70-an yang dimana sampai saat ini pun kasus demam berdarah masih ada dan dianggap sebagai penyakit endemic.
Penulis adalah Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang
Discussion about this post