Oleh : Yuhani, S. Ag.
Pendidikan sejatinya bukan sekadar proses transfer ilmu pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Lebih dari itu, pendidikan merupakan sebuah proses yang memiliki makna mendalam dan bersifat universal, yang mencakup perkembangan peserta didik secara menyeluruh, tidak hanya dari aspek kognitif, tetapi juga meliputi aspek emosional, sosial, dan spiritual.
Pendekatan pendidikan yang berfokus pada kasih sayang memegang filosofi pedagogis yang kuat, yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan serta kepekaan hati dalam setiap tahapan pembelajaran. Filosofi ini berakar pada pemahaman bahwa peserta didik adalah individu utuh yang memerlukan perhatian menyeluruh terhadap berbagai aspek perkembangan dirinya.
Oleh sebab itu, keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur berdasarkan prestasi akademis semata, melainkan juga melalui kemampuan peserta didik dalam mengelola emosi, membangun hubungan sosial yang sehat, serta mengembangkan spiritualitas sebagai landasan moral yang kokoh. Pendekatan pendidikan semacam ini memberikan ruang yang luas bagi tumbuhnya karakter-karakter positif yang akan membentuk peserta didik menjadi pribadi yang seimbang dan berintegritas.
Pandangan tersebut sangat selaras dengan teori-teori modern dalam psikologi pendidikan yang menempatkan kecerdasan emosional dan kesejahteraan mental sebagai faktor kunci dalam menunjang keberhasilan belajar. Berbagai kajian menegaskan bahwa kondisi emosional dan psikologis peserta didik sangat memengaruhi motivasi, fokus, dan kemampuan mereka dalam menyerap materi pembelajaran.
Oleh karena itu, peran sekolah dan guru menjadi sangat sentral dalam menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya aman secara fisik, tetapi juga nyaman dan suportif secara emosional. Salah satu teori yang relevan dan kerap dijadikan landasan dalam konteks ini adalah teori keterikatan (attachment theory) yang dikembangkan oleh psikolog John Bowlby.
Teori ini menegaskan pentingnya hubungan emosional yang aman dan suportif antara anak dan figur pengasuhnya. Dalam dunia pendidikan, guru dapat dipandang sebagai figur pengasuh yang berperan sekaligus sebagai mentor dan pendukung emosional bagi peserta didik. Keberadaan guru yang empatik dan peka terhadap kebutuhan emosional siswa sangat membantu dalam menciptakan rasa aman dan nyaman selama proses belajar, sehingga siswa merasa dihargai dan didukung sepenuhnya.
Seorang guru tidak hanya memiliki tugas menyampaikan materi pelajaran, melainkan juga harus mampu menjadi pendengar yang baik dan menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik merasa didengar dan dipahami. Ketika siswa merasakan bahwa suara dan perasaannya dihargai, mereka akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kuat untuk mengambil risiko dalam proses pembelajaran.
Mereka tidak takut mencoba hal baru, mengungkapkan pendapat, ataupun belajar dari kesalahan tanpa khawatir akan dihakimi atau diberi label negatif. Lingkungan belajar yang penuh kasih sayang dan empati seperti ini terbukti mampu meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi siswa, sehingga berdampak positif pada perkembangan kognitif maupun non-kognitif mereka. Konsep ini semakin memperkuat pemahaman bahwa pendidikan tidak sekadar soal hasil akhir yang terukur, tetapi juga merupakan proses pertumbuhan karakter dan kepribadian peserta didik secara universal.
Menyadari betapa pentingnya pendekatan pendidikan yang berfokus pada kasih sayang, Kementerian Agama Republik Indonesia mengambil langkah strategis dengan mengembangkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Kurikulum ini dirancang sebagai respons atas tantangan zaman yang kian kompleks dan diwarnai oleh berbagai fenomena negatif, seperti ujaran kebencian, intoleransi, dan konflik sosial yang bahkan dapat muncul dari lingkungan pendidikan itu sendiri. KBC hadir sebagai upaya nyata untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter yang damai, penuh kasih, dan bertanggung jawab di kalangan peserta didik.
Dilansir pada berita KabarIndonesia.id, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Bapak Amien Suyitno, menegaskan urgensi kurikulum ini dengan menyatakan bahwa masih ada ujaran kebencian yang datang dari lingkungan pendidikan, dan hal tersebut menjadi alarm penting bagi seluruh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Pernyataan beliau mencerminkan kesadaran bersama akan kondisi pendidikan yang memerlukan pembaruan nilai, khususnya yang berorientasi pada cinta dan empati sebagai fondasi utama.
Dalam praktiknya, Kurikulum Berbasis Cinta mendorong penerapan pembelajaran yang bersifat universal, meliputi pengembangan kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual secara simultan dengan kemampuan akademik. Guru didorong untuk mengadopsi pendekatan yang personal dan empatik dalam berinteraksi dengan peserta didik. Mereka harus mampu menjadi fasilitator yang menciptakan suasana kelas yang hangat, menghargai perbedaan, serta mendorong kerja sama dan komunikasi yang sehat antar peserta didik.
Selain itu, pembelajaran diarahkan agar peserta didik aktif berpikir, mengembangkan kemampuan reflektif, serta menginternalisasi nilai-nilai kebaikan dalam setiap aspek kehidupan mereka. Dengan demikian, pembelajaran tidak hanya bertujuan menghasilkan lulusan yang pintar secara akademik, tetapi juga individu yang berkarakter, berintegritas, dan mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat luas.
Secara keseluruhan, pendekatan pendidikan yang berfokus pada kasih sayang dan empati merupakan fondasi penting dalam membangun pendidikan yang bermakna dan manusiawi. Kurikulum Berbasis Cinta yang dikembangkan oleh Kementerian Agama Indonesia hadir sebagai inovasi yang menegaskan kembali nilai-nilai kemanusiaan dalam proses pembelajaran.
Melalui penerapan kurikulum ini, peserta didik dapat tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional dan sosial yang tinggi.
Dengan dukungan guru yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang aman dan empatik, pendidikan akan mampu melahirkan generasi muda yang berkarakter, penuh kasih, serta siap memberikan kontribusi nyata bagi terciptanya masyarakat yang harmonis dan damai.
Penulis adalah Guru di MTsN 01 Merangin
Discussion about this post