• DISCLAIMER
  • KODE ETIK
  • REDAKSI
  • TENTANG KAMI
  • IKLAN
  • KARIR
  • MEDIA PARTNER
Bitnews
  • Daerah
  • Nasional
  • Politik
  • Pemerintahan
  • Peristiwa
  • Hukrim
  • Diksosbud
  • Lifestyle
    • Automotive
    • Sport
    • Teknologi
  • Ekbis
  • Lainnya
    • Opini
    • Kabar TNI-Polri
    • Advertorial
No Result
View All Result
  • Daerah
  • Nasional
  • Politik
  • Pemerintahan
  • Peristiwa
  • Hukrim
  • Diksosbud
  • Lifestyle
    • Automotive
    • Sport
    • Teknologi
  • Ekbis
  • Lainnya
    • Opini
    • Kabar TNI-Polri
    • Advertorial
No Result
View All Result
Bitnews

Membaca Lansekap Jambi: Mengurai Kompleksitas, Menata Konektivitas

Bitnews.id by Bitnews.id
21 Juli 2025
in Opini
Jambi dan Desain Besar Sawit-Kelapa-Karet: Antara Rencana Strategis dan Realita

Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP (Dok, Penulis)

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Yulfi Alfikri Noer S. IP., M. AP

Provinsi Jambi diformulasikan sebagai salah satu simpul utama dalam jaringan pengembangan ekonomi berkelanjutan di Pulau Sumatera, sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025.

Baca Juga:

Batik Jambi: Mampukah Menjadi Kompetitor Estetik Dunia di Era Digital?

Guru dan Kurikulum Berbasis Cinta

Posisi Strategis Al Haris sebagai Ketua ADPMET: Bingkai Keseimbangan Pembangunan SDA dan SDM

Jalan Khusus Sebagai Simbol Keberpihakan Terhadap Rakyat

Dengan mempertimbangkan lanskap geografis dan karakter sosial-ekonomi yang kompleks, arah pembangunan wilayah ini dibagi ke dalam empat kawasan strategis: Kawasan Pertumbuhan, Kawasan Komoditas Unggulan, Kawasan Swasembada Pangan-Air-Energi, serta Kawasan Konservasi dan Rawan Bencana.

Secara teknokratik, kerangka tersebut merupakan representasi ideal dari perencanaan wilayah mengupayakan sinergi antara sumber daya, fungsi, dan potensi lintas kawasan.

Namun dalam praktiknya, realitas spasial di Provinsi Jambi justru menunjukkan gejala-gejala fragmentasi yang rawan konflik.

Tumpang tindih peruntukan lahan, kepentingan ekonomi yang saling bersaing, serta lemahnya koordinasi lintas sektor dan antarlevel pemerintahan telah menciptakan ruang-ruang ketegangan yang mengancam integrasi pembangunan.

Masing-masing kawasan memang memiliki fungsi dan peran yang saling melengkapi, tetapi tanpa tata kelola lintas sektor yang adaptif dan kolaboratif, keterpaduan itu berisiko menjadi sekadar peta konseptual jauh dari kenyataan yang selaras di lapangan.

Untuk memahami dinamika spasial ini, perlu ditelusuri peran masing-masing kawasan strategis berikut:

1. Kawasan Pertumbuhan.

Poros Ekonomi dan Simpul Mobilitas
Lima wilayah perkotaan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi: Kawasan Perkotaan Jambi, Kawasan Pariwisata Unggulan Candi Muaro Jambi, Bangko, Muara Bungo, dan Sungai Penuh. Kawasan ini menjadi episentrum aktivitas perdagangan, jasa, transportasi, dan pariwisata.

Kota Jambi, sebagai ibu kota provinsi, menyumbang lebih dari 23% terhadap PDRB provinsi (BPS Provinsi Jambi, 2023), menjadikannya sebagai pusat logistik dan distribusi utama.

Sementara itu, Candi Muaro Jambi, dengan luas lebih dari 3.981 hektare (Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek, 2023), tidak hanya berperan sebagai ikon budaya tetapi juga magnet ekonomi kreatif, yang saat ini telah masuk dalam daftar sementara UNESCO World Heritage Site.

Di sisi barat dan selatan, kawasan Bangko dan Muara Bungo tumbuh sebagai simpul ekonomi regional. Bandara Muara Bungo memperkuat konektivitas, sedangkan Pasar Atas Bangko menjadi pusat distribusi komoditas.

Nilai transaksi perdagangan ritel dan pasar tradisional di kedua kawasan ini meningkat rata-rata 6,1% per tahun dalam tiga tahun terakhir (Dinas Perdagangan Jambi, 2023). Sedangkan Sungaipenuh, menjadi gerbang ekonomi pertanian hortikultura untuk Dataran Tinggi Kerinci.

2. Kawasan Komoditas Unggulan

Episentrum Ekonomi Rakyat
Wilayah Kabupaten Bungo, Tebo, Muaro Jambi, Batanghari, Merangin, Tanjab Barat, dan Tanjab Timur menjadi lumbung komoditas utama, khususnya kelapa sawit dan karet. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Jambi (2023), luas kebun kelapa sawit mencapai 1,14 juta hektare, dengan Tebo dan Batanghari sebagai penyumbang terbesar.

Sementara itu, produksi karet di
Provinsi Jambi tercatat mencapai lebih dari 300 ribu ton per tahun, dan kelapa rakyat sebanyak 120 ribu ton per tahun (BPS, 2023).

Kawasan ini juga menjadi prioritas dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan hilirisasi berbasis koperasi dan UMKM, dengan keberadaan pabrik pengolahan CPO, crumb rubber, hingga minyak kelapa rakyat.

3. Kawasan Swasembada Pangan, Air, dan Energi: Pilar Ketahanan dan Keberlanjutan

Tiga sub-kawasan strategis dalam agenda swasembada menjadi tulang punggung kemandirian pangan dan energi Jambi:

• Tanjab Barat, Tanjab Timur, dan Muaro Jambi memanfaatkan sistem irigasi pasang surut secara intensif untuk padi dan palawija. Wilayah ini menyumbang hampir 47% luas panen padi provinsi (BPS Provinsi Jambi, 2023).

• Cekungan Batanghari melintasi Sarolangun, Batanghari, Tebo, hingga Tanjab Barat dan Timur adalah tulang punggung hidrologi dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Potensi PLTS dan biomassa sangat besar, dengan lebih dari 65 titik potensi EBT (Dinas ESDM Jambi, 2023).

• Bukit Barisan Tengah Jambi (Kerinci, Merangin, Sungai Penuh) menjadi kawasan hortikultura dan mikrohidro. Kerinci menyumbang 70% produksi kentang dan 68% cabai merah provinsi (RPJMD Jambi 2021–2026), sekaligus menjadi basis PLTMH untuk desa-desa terpencil.

4. Kawasan Konservasi dan Rawan Bencana: Jantung Ekologis dan Wilayah Rentan

Empat taman nasional Bukit Duabelas, Bukit Tigapuluh, Berbak-Sembilang, dan Kerinci Seblat menjadi tulang punggung ekologis provinsi.

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi (2024), luas total kawasan konservasi ini mencapai sekitar 2,1–2,3 juta hektare, yang meliputi zona inti dan penyangga serta berperan sebagai penyimpan karbon, pelindung biodiversitas, dan pengatur iklim lokal (ANTARA News Jambi)
Salah satu contohnya, Taman Nasional Bukit Duabelas memiliki luas resmi antara 50.500–60.500 ha, mencakup Kabupaten Sarolangun, Bungo, Tebo, dan Batanghari.

Di dalamnya tinggal komunitas Orang Rimba, dan kawasan ini tetap menyimpan keanekaragaman tumbuhan obat dan flora langka seperti jelutung, jernang, dan rotan (kompas.id).

Meskipun memiliki status perlindungan, kawasan konservasi ini menghadapi ancaman serius. Taman Nasional Bukit Duabelas, habitat Orang Rimba, terancam perambahan dan pembalakan liar.

Bukit Tigapuluh, rumah bagi harimau dan gajah liar, kini menjadi episentrum konflik akibat konversi lahan. Taman Nasional Berbak, sebagai kawasan gambut, berisiko tinggi terhadap kebakaran dan emisi karbon.

Taman Nasional Kerinci Seblat, yang menjadi bagian dari UNESCO Tropical Rainforest Heritage of Sumatra, juga merupakan kawasan rawan longsor dan gempa bumi.

Laporan BPBD Jambi (2023) menyebutkan bahwa lebih dari 60% bencana alam di Jambi terjadi di kawasan konservasi atau penyangganya.

Potensi Konflik Spasial: Ketika Fungsi Saling Bertabrakan
Di balik perencanaan kawasan yang secara teoritis tampak tersegmentasi dengan baik, realitas di lapangan menunjukkan potensi konflik spasial yang signifikan di Provinsi Jambi.

Berbagai kawasan dengan fungsi berbeda seperti konservasi, pertumbuhan ekonomi, energi, pertanian, dan pariwisata saling bersinggungan secara spasial maupun kepentingan, sehingga menciptakan potensi konflik tata ruang.

Misalnya, kawasan konservasi seperti Taman Nasional Bukit Duabelas dan Bukit Tigapuluh sering mengalami tumpang tindih fungsi dengan zona perkebunan sawit, tambang ilegal, serta pemukiman transmigrasi.

Taman Nasional Bukit Duabelas, yang menjadi habitat utama Orang Rimba, menghadapi tekanan akibat perluasan kebun oleh masyarakat maupun perusahaan.

Di sisi lain, Taman Nasional Berbak, yang merupakan lahan gambut dengan cadangan karbon tinggi, terus mengalami kebakaran akibat praktik pembukaan lahan, terutama saat kemarau panjang yang dipicu fenomena El Niño.

Konflik serupa juga muncul di kawasan pariwisata unggulan seperti Candi Muaro Jambi, yang menghadapi ancaman dari industri batubara, minyak sawit dan cangkang sawit, pemukiman, dan aktivitas ekonomi informal yang belum terkendali.

Meskipun situs ini telah diusulkan sebagai Warisan Dunia UNESCO, pertumbuhan ekonomi di sekitarnya justru sering mengabaikan batas perlindungan kawasan.

Proses urbanisasi dan ekspansi komersial kerap bertabrakan dengan upaya pelestarian budaya dan arkeologi.

Kawasan pengembangan energi terbarukan seperti PLTS dan biomassa di cekungan Batanghari pun tidak lepas dari gesekan kepentingan. Penggunaan lahan untuk pembangkit energi sering berbenturan dengan kawasan pertanian pangan dan konservasi ekosistem sungai.

Hal serupa terjadi di kawasan Bukit Barisan Tengah, di mana pengembangan mikrohidro dan hortikultura kerap berbagi ruang dengan kawasan rawan longsor dan patahan gempa aktif, khususnya di wilayah Kerinci dan Merangin.

Secara umum, persoalan ini menegaskan bahwa batas administratif tidak selalu sejalan dengan batas ekologis maupun sosial-ekonomi.

Sungai Batanghari, sebagai contoh konkret, mengalir dari hulu hingga hilir melewati beberapa kabupaten, tetapi tidak dikelola dalam satu sistem ekoregion terpadu. Akibatnya, kebijakan yang diambil oleh satu daerah bisa menimbulkan dampak ekologis dan sosial bagi wilayah lainnya.

Multi-Level Governance: Menjawab Fragmentasi Spasial secara Sistemik
Menghadapi kompleksitas tata ruang dan konflik pemanfaatan lahan di Provinsi Jambi, pendekatan multi-level governance menjadi kebutuhan mendesak.

Pendekatan ini tidak hanya menuntut sinergi antar-level pemerintahan dari pusat hingga kabupaten/kota tetapi juga menekankan pentingnya pelibatan aktor non-pemerintah seperti masyarakat adat, komunitas lokal, sektor swasta, dan LSM.

Tanpa koordinasi vertikal-horisontal yang efektif, setiap program pembangunan berisiko berjalan sendiri-sendiri dan menciptakan tumpang tindih kewenangan serta ketimpangan manfaat.

Dalam pengelolaan kawasan konservasi, misalnya, peran KLHK harus sejalan dengan perencanaan daerah (RPJMD) dan aspirasi masyarakat adat seperti Orang Rimba.

Sementara dalam pengembangan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan hilirisasi komoditas unggulan, diperlukan sinergi antara pemerintah daerah, koperasi petani, dan kementerian teknis agar rantai nilai bisa diperkuat dari hulu ke hilir.

Untuk mendukung tata kelola semacam ini, ada tiga prasyarat yang tak bisa ditunda. Pertama, penguatan sistem informasi geospasial melalui penerapan One Map Policy secara menyeluruh menjadi fondasi utama dalam menyelesaikan persoalan spasial.

Sinkronisasi tidak hanya dibutuhkan antar-kementerian dan pemerintah provinsi, tetapi juga harus mencakup penyelarasan RTRW antara provinsi dan kabupaten/kota.

Integrasi spasial lintas level pemerintahan sangat krusial, terutama bagi kabupaten-kabupaten yang berada dalam lebih dari satu zona fungsi, seperti Batanghari, Merangin, dan Muaro Jambi.

Prinsipnya sederhana: satu peta, satu data, satu keputusan. Tanpa peta tunggal yang konsisten dan terverifikasi, tumpang tindih fungsi ruang akan terus terjadi dan memperbesar potensi konflik antarwilayah maupun antaraktor.

Kedua, pelibatan aktif masyarakat, terutama petani, komunitas adat, dan pelaku usaha lokal, harus dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pengawasan. Mereka bukan hanya objek kebijakan, tetapi subjek penting dalam keberlanjutan ruang hidup dan ekonomi lokal.

Ketiga, Provinsi Jambi harus membangun kapasitas multi-level governance secara konsisten, yakni tata kelola yang adaptif, kolaboratif, dan lintas sektor. Tanpa itu, integrasi pembangunan antar kawasan hanya akan berakhir pada dokumen konseptual yang tidak mampu mengatasi disrupsi dan dinamika konflik di lapangan.

Dengan demikian, pendekatan multi-level governance bukan hanya kerangka teknokratik, melainkan kebutuhan strategis untuk menghindari fragmentasi, menyatukan perencanaan lintas kawasan, dan memastikan pembangunan Provinsi Jambi berlangsung inklusif, terkoordinasi, dan berkelanjutan.

Penulis adalah Akademisi UIN STS Jambi

Next Post
Kebakaran Lahan di Sungai Gelam Meluas, Tim Gabungan Masih Berjibaku Padamkan Api

Kebakaran Lahan di Sungai Gelam Meluas, Tim Gabungan Masih Berjibaku Padamkan Api

Discussion about this post

No Result
View All Result

Berita Terhangat

  • Analisis Unsur dan Struktur dalam Pertunjukan Tari Kecak Bali

    Analisis Unsur dan Struktur dalam Pertunjukan Tari Kecak Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Romi Hariyanto Menjadi Bupati Pertama di Indonesia yang Terima Ramsar’s Award

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Musik pada Official Music Video Lyodra – Pesan Terakhir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Eksekutor Geng Motor di Hadiahi Timah Panas, Pelaku Mengaku Delapan Kali Beraksi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PT Sungai Bahar Fasifik Utama Dilaporkan Ke Polda Jambi Oleh LSM Temperak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

PT. DIGITAL MEDIA INFORMATIF

JL.AR. Saleh RT.37 Kelurahan Paal Merah, Kecamatan Paal Merah Kota Jambi
Phone / Wa : 0811-749-7272
email: redaksibitnewsid@gmail.com

PEDOMAN MEDIA SIBER | REDAKSI | KODE ETIK | TENTANG KAMI | HAK JAWAB & KOREKSI BERITA | KARIR | SOP PERLINDUNGAN WARTAWAN | MEDIA PARTNER

Copyright© 2025 BITNews.id – Inspirasi Era Digital

Developed by – Otoy Media Group

No Result
View All Result
  • Daerah
  • Nasional
  • Politik
  • Pemerintahan
  • Peristiwa
  • Hukrim
  • Diksosbud
  • Lifestyle
    • Automotive
    • Sport
    • Teknologi
  • Ekbis
  • Lainnya
    • Opini
    • Kabar TNI-Polri
    • Advertorial

© 2025BITNews.id -Developed by: Websiteku.